------
Senin, 26 Agustus 2024
ANEKDOT
Kumis, Janggut,
dan Tahi Lalat
Oleh: Asnawin Aminuddin
Ada tiga raja pada tiga negeri bertetangga
yang saling membenci satu sama lain. Raja pertama bertahta di Negeri Kumis,
raja kedua berkuasa di Negeri Janggut, dan raja ketiga memimpin Negeri Tahi
Lalat.
Di Negeri Kumis, hampir semua laki-laki
memiliki kumis dengan bermacam-macam model. Ada yang berkumis tipis, ada yang
berkumis sedang, ada yang berkumis tebal. Ada yang berkumis panjang, ada yang
kumisnya panjang diplintir, dan bermacam-macam model kumis lainnya.
Penduduk Negeri Kumis sangat membenci
janggut. Para laki-laki dewasa setiap hari mencukur janggutnya. Setiap ada
turis atau pendatang dari negeri lain yang berjanggut, mereka langsung
dianjurkan agar mencukur janggutnya, karena tidak sesuai dengan adat kebiasaan,
tidak sesuai dengan seni, dan tidak sesuai dengan budaya di Negeri Kumis.
Penduduk Negeri Kumis juga membenci tahi
lalat, apalagi kalau tahi lalat itu tumbuh di sekitar wajah. Kalau tahi lalat
itu muncul di bagian tubuh selain wajah, biasanya dibiarkan saja atau ditutupi
dengan sesuatu, tetapi kalau tahi lalat itu tumbuh di wajah, maka tahi lalat
itu langsung dicabut melalui operasi yang memang digratiskan di Negeri Kumis.
Kalau ada orang yang "melanggar"
kebiasaan itu, biasanya orang itu akan mendapat berbagai masalah, antara lain
dikucilkan dan sulit menduduki jabatan tinggi di kerajaan atau di tempat kerja
mereka.
Orang yang memelihara janggut akan diberi
sebutan kambing dan dianggap sok alim, sedangkan laki-laki yang memelihara tahi
lalat akan disebut bencong alias banci.
Saking pentingnya kumis untuk menjaga
kultur dan jati diri Negeri Kumis, sampai-sampai ada menteri yang mengusulkan
supaya kumis dibuatkan Undang-undangnya. Isinya antara lain wajib hukumnya para
laki-laki memelihara kumis, dan melarang semua laki-laki memelihara janggut.
Selain itu, juga diusulkan agar semua
laki-laki dan perempuan segera mencabut melalui operasi jika ada tahi lalat
yang tumbuh, terutama di sekitar wajah.
Banyak menteri yang setuju dengan usul
tersebut, tetapi raja tidak setuju, karena ternyata permaisurinya punya tahi
lalat di sekitar dada dan sang permaisuri memang lebih suka memakai baju dengan
dada agak terbuka.
Negeri Janggut
Kondisi serupa juga terjadi di Negeri
Janggut. Penduduk di negeri tersebut sangat memuja janggut dan menganggap
janggut adalah segalanya. Maka penduduk laki-laki pun berlomba-lomba memelihar
janggut sebagus mungkin.
Ada orang yang janggutnya pendek, ada yang
janggutnya panjang, ada yang janggutnya dikuncir, serta bermacam-macam model
janggut lainnya.
Penduduk Negeri Janggut sangat membenci
kumis. Para laki-laki dewasa setiap hari mencukur kumisnya. Setiap ada turis
atau pendatang dari negeri lain yang berkumis, mereka langsung dianjurkan
mencukur kumisnya, karena tidak sesuai dengan adat kebiasaan, tidak sesuai
dengan seni, dan tidak sesuai dengan budaya di Negeri Janggut.
Penduduk Negeri Janggut juga membenci tahi
lalat, apalagi kalau tahi lalat itu tumbuh di sekitar wajah. Kalau tahi lalat
itu muncul di bagian tubuh selain wajah, biasanya dibiarkan saja saja atau
ditutupi dengan sesuatu, tetapi kalau tahi lalat itu tumbuh di wajah, maka tahi
lalat itu langsung dicabut melalui operasi yang memang digratiskan di Negeri
Janggut.
Kalau ada orang yang "melanggar"
kebiasaan itu, biasanya orang itu akan mendapat berbagai masalah, antara lain
dikucilkan dan sulit menduduki jabatan tinggi di kerajaan atau di tempat kerja
mereka.
Orang yang memelihara kumis akan dicap
sebagai pemabuk, pengguna ganja, pengguna obat-obat terlarang, dan berbagai
macam cap negatif lainnya. Laki-laki yang memelihara tahi lalat akan disebut
bencong alias banci.
Saking pentingnya janggut untuk menjaga
kultur dan jati diri Negeri Janggut, sampai-sampai ada menteri yang mengusulkan
supaya janggut dibuatkan Undang-undangnya. Isinya antara lain wajib hukumnya
para laki-laki memelihara janggut, dan melarang semua laki-laki memelihara
kumis.
Selain itu, juga diusulkan agar semua
laki-laki dan perempuan segera mencabut melalui operasi jika ada tahi lalat
yang tumbuh, terutama di sekitar wajah.
Banyak menteri yang setuju dengan usul
tersebut, tetapi raja tidak setuju, karena ternyata permaisurinya punya tahi
lalat di sekitar telinga, sedangkan salah seorang anak perempuannya punya tahi
lalat di bagian leher. Untungnya kedua wanita itu berjilbab, sehingga tahi
lalat mereka jarang dilihat orang.
Negeri Tahi Lalat
Negeri Tahi Lalat lain lagi kondisinya.
Semua laki-laki di negeri itu tidak ada yang berkumis dan atau berjanggut. Para
laki-laki umumnya berwajah "bersih" alias klimis, karena tidak
memelihara kumis, tidak punya janggut, dan tidak banyak yang punya tahi lalat
di wajah.
Wanita di Negeri Tahi Lalat selalu berdoa
agar mereka dikarunia tahi lalat di wajah. Wanita yang hamil hampir setiap hari
berdoa, agar anaknya kelak lahir dengan tahi lalat di wajah.
Penduduk Negeri Tahi Lalat sangat membenci
kumis dan janggut. Para laki-laki dewasa setiap hari mencukur kumis dan
janggutnya.
Setiap ada turis atau pendatang dari
negeri lain yang berkumis dan atau berjanggut, mereka langsung dianjurkan
mencukur kumis dan atau janggutnya, karena tidak sesuai dengan adat kebiasaan,
tidak sesuai dengan seni, dan tidak sesuai dengan budaya di Negeri Tahi Lalat.
Kalau ada orang yang memelihara kumis dan
atau janggut, biasanya orang itu akan mendapat berbagai masalah, antara lain
dikucilkan dan sulit menduduki jabatan tinggi di kerajaan atau di tempat kerja
mereka.
Orang yang memelihara kumis akan dicap
sebagai pemabuk, pengguna ganja, pengguna obat-obat terlarang, dan berbagai
macam cap lainnya. Orang yang memelihara janggut disebut kambing dan sok alim,
sedangkan orang yang memelihara kumis dan janggut dicap sebagai pemabuk yang
sok alim.
Saking pentingnya tahi lalat untuk menjaga
kultur dan jati diri Negeri Tahi Lalat, sampai-sampai ada menteri yang
mengusulkan supaya tahi lalat dibuatkan Undang-undangnya. Isinya antara lain
laki-laki maupun perempuan dianggap terhormat kalau punya tahi lalat, serta
mendapat berbagai kemudahan.
Sebaliknya, orang yang tidak memiliki tahi
lalat apalagi kalau memelihara kumis dan atau janggut, dianggap bukan orang
terhormat sehingga tidak pantas diberi tempat terhormat di kerajaan atau pun di
tengah masyarakat.
Banyak menteri yang setuju dengan usul
tersebut, tetapi raja tidak setuju, karena ternyata permaisuri dan putri
bungsunya tidak punya tahi lalat. Untunglah putra mahkota punya tahi lalat di
lengan kanannya.
Berkirim Bingkisan
Begitulah. Tiga negeri bertetangga itu
saling membenci satu sama lain. Mereka tidak pernah saling mengunjungi, kecuali
kalau ada urusan penting.
Batas wilayah negeri mereka dipagari
dengan tembok raksasa. Penduduk dari negeri lain harus membayar pajak kalau
ingin berkunjung dan hanya boleh masuk melalui pintu gerbang kerajaan.
Anehnya, setiap memasuki bulan Ramadan,
raja dari ketiga kerajaan itu saling mengirimi bingkisan dan surat yang isinya
mengucapkan selamat melaksanakan ibadah puasa.
Raja dari ketiga kerajaan itu juga saling
mengirimi bingkisan dan surat pada setiap hari raya yang isinya mengucapkan
selamat Hari Raya dan mohon dimaafkan lahir batin.
Mereka pun tak pernah lupa saling
mengirimi bingkisan dan surat pada setiap tahun baru yang berisi ucapan Selamat
Tahun Baru. (Asnawin Aminuddin)
Makassar, 08 September 2007
Tidak ada komentar:
Posting Komentar